Tampilkan postingan dengan label Rokok. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rokok. Tampilkan semua postingan

Cara Berhenti Merokok yang Tidak Biasa

berhenti rokok

Berhenti merokok memang tak mudah, apalagi jika Anda adalah perokok berat. Tapi bagi orang yang sudah menyadari bahaya merokok, segala cara akan dilakukan untuk menghentikan kebiasaannya, meskipun dengan cara yang tidak biasa.

Dilansir dari WebMD, Senin (30/8/2010), berikut beberapa cara aneh yang dilakukan perokok untuk dapat berhenti merokok:

Cinta ibu

Salah satu orang yang melakukannya adalah Sandi Sedberry, seorang ibu usia 44 tahun asal Rock Hill, SC. Sedberry merokok selama 26 tahun. November 2009, ketika ia menemukan bahwa putranya Ricky (19 tahun) mempunyai kebiasaan merokok, ia termotivasi untuk berubah.

"Kami membuat perjanjian bersama untuk berubah. Tak ada paksaan, tak ada hipnotis, saya hanya berusaha untuk memastikan anak saya tidak memiliki kebiasaan buruk juga," ujar Sandi Sedberry.

Sedberry membeli permen karet dan ia berusaha untuk tidak merokok selama 2 bulan. Meski sulit, tapi ia berhasil. Ricky pun berhasil berhenti merokok.

Tantangan di tempat kerja

Melissa Gold, wanita usia 34 tahun asal Washington, berhenti merokok pada tahun 2001. Ia bisa berhenti karena bisa menaklukkan tantangan dari bosnya.

Tantangannya adalah perokok yang tidak merokok akan mendapat 5 dolar (sekitar Rp 45 ribu) per hari, yaitu seharga sebungkus rokok di Washington. Uang itu dibayarkan di luar uang gaji bulanan dan disimpan dalam dana berhenti merokok selama 6 bulan.

Bos di tempat kerja Gold juga membayar apapun yang karyawannya butuhkan untuk dapat berhenti merokok, seperti biaya akupuntur rokok atau membeli permen karet penghilang kecanduan nikotin.

Vitamin dan mantra

Susan Brannan, wanita 33 tahun asal Rochester, berhenti merokok dengan menggunakan permen isap vitamin C dan membaca mantra yang ditemukannya secara online (NOPE- Not One Puff Ever).

Brannan pernah mencoba berhenti merokok dengan pelega tenggorokan, tetapi ia tidak menyukai rasanya. Ia lalu berpikir menggunakan permen karet, tetapi khawatir dengan perawatan giginya.

Akhirnya, ia memutuskan menggunakan permen isap vitamin C karena ia menyukai rasa jeruk. Selain itu, mantra-mantra digunakannya untuk menyemangati diri sendiri agar bisa tergoda dari godaan rokok.

Mencari hobi baru

Beberapa orang perokok mungkin telah mencoba mengganti rokok dengan kegiatan lain. Reeve McNamara dari Atlanta menghabiskan bertahun-tahun untuk mencoba berhenti dan menemukan satu-satunya cara yang berhasil adalah lari. McNamara tak lagi merokok, ia bahkan sekarang kecanduan untuk melakukan olahraga lagi.

"Orang-orang selalu bertanya padaku, seberapa jauh saya akan berlari. Jawabannya adalah sampai saya tidak ingin merokok, dimulai dari hanya beberapa kilometer," ujar McNamara.

Cara militer

Robert Brown, pria usia 46 tahun, direktur website How Quit, membuat model program penghentian merokok setelah ia pensiun dari marinir.

"Saya telah menemukan bahwa berhenti merokok tidak terlalu sulit ketika Anda percaya Anda bisa melakukannya. Sebagai mantan marinir, saya memiliki kepercayaan diri dan tahu bahwa saya bisa melakukannya sendiri. Tetapi ada ribuan, bahkan jutaan perokok yang bukan mantan militer dan membutuhkan bantuan untuk berhenti," ujar Brown.

Brown mengkombinasikan teknik efektif dengan strategi boot-camp (tempat latihan calon pelaut) untuk merancang program yang dapat diikuti orang lain dengan sukses.

Prinsipnya seperti membuang semua peralatan merokok, menggunakan sistem buddy (memperbanyak sahabat), menyibukkan diri dengan aktivitas dan latihan serta mengandalkan semangat tim untuk dapat berhenti merokok.

Asap Rokok Sebabkan Perubahan Gen Lebih Besar ke Perokok Pasif

rokok

Bertambah lagi dampak negatif asap rokok bagi perokok pasif. Penemuan terbaru menemukan bahwa asap rokok dapat menyebabkan perubahan gen bagi perokok pasif yang lebih banyak dari pada si perokok.

Ilmuwan dari Weill Cornell Medical College, New York City, menemukan bahwa adanya perubahan aktivitas genetik pada orang non-perokok yang dipicu oleh paparan asap rokok dari perokok aktif.

Ini adalah untuk pertama kalinya, peneliti dapat menunjukkan alasan biologis yang menyebabkan terjadi perubahan aktivitas gen pada perokok pasif.

Tim peneliti menyelidiki 121 partisipan yang terdiri dari perokok aktif dan orang yang tidak pernah merokok. Untuk mempelajari aktivitas genetik, peneliti mengambil sampel sel saluran napas dari partisipan.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa kelompok non-perokok (kadang-kadang merokok atau tidak pernah merokok sama sekali) mengalami perubahan aktivitis sel sebanyak 34 persen, sedangkan perokok aktif mengalami 11 persen perubahan gen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan genetik pada partisipan non-perokok lebih besar ketimbang pada perokok aktif. Dan perubahan gen ini merupakan langkah awal menuju berbagai macam penyakit paru-paru.

Penurunan dalam fungsi paru-paru dikaitkan dengan kanker atau penyakit obstruktif kronik paru-paru, yaitu ketidakmampuan paru-paru untuk mengambil udara, yang berawal dari kerusakan sel.

Sel-sel saluran napas yang melapisi bronkus dari trakea sampai ke alveoli kecil jauh di dalam paru-paru, merupakan sel pertama yang terkena dampak asap rokok, baik asap yang dihirup langsung oleh perokok aktif maupun yang dihirup oleh perokok pasif.

"Yang menarik bagi saya adalah bagaimana sel-sel paru-paru sensitif terhadap setiap asap rokok," ujar Dr Ronald Crystal, pemimpin studi, seperti dilansir dari Time, Senin (23/8/2010).

Menurut Crystal, pada perubahan gen ini bisa saja terjadi secara permanen dan tidak dapat diperbaiki.

Dengan temuan terbaru ini, diharapkan dapat memperkuat pesan kesehatan masyarakat tentang bahaya asap rokok, baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif.

"Tidak ada yang aman dengan asap rokok, baik bagi perokok maupun orang-orang disekitarnya," tutur Dr Norman Edelman, kepala medis dari American Lung Association.

Matikan Rokok dan Dapatkan Kehidupan Seks Lebih Baik

img

Merokok sudah diperingatkan dapat menyebabkan impotensi atau disfungsi ereksi, tapi banyak pria yang tak jua berhenti dari kebiasaan buruk tersebut. Padahal, menghentikan kebiasaan merokok dapat memicu kehidupan seks yang lebih baik.

Menurut studi yang dilakukan University of Hong Kong, berhenti merokok secara dramatis dapat meningkatkan kehidupan seks.

Dari studi tersebut, 53,8 persen dari perokok yang dirawat karena mengalami disfungsi ereksi mengatakan bahwa masalah disfungsi ereksi yang dialaminya mereda dalam waktu enam bulan setelah 'mematikan' kebiasaan menghisap nikotin.

Angka tersebut dibandingkan dengan 28,1 persen pasien yang dirawat karena disfungsi ereksi dan membaik, tetapi tidak berhenti merokok.

Hal ini berarti bahwa quitter (orang yang berhenti merokok) memiliki 91,5 persen kesempatan untuk kehidupan seks yang lebih baik.

"Disfungsi ereksi sangat umum di China dan Asia, untuk itu program-program yang dapat membantu perokok berhenti merokok harus diperluas di seluruh wilayah," ujar Professor Sophia Chan, yang membantu melakukan survei, seperti dilansir dari Chinadaily, Kamis (26/8/2010).

Sedangkan rekannya Professor Lam Tai-hing, mengatakan bahwa perokok harus menyadari dampak buruk tersebut dan menghentikan kebiasaan merokoknya sekarang juga. Hal ini dapat mencegah disfungsi ereksi dan penyakit lain yang disebabkan oleh merokok.

Bahkan, pasien dengan disfungsi ereksi yang merokok dapat mengharapkan beberapa manfaat segera setelah ia berhenti merokok.

Tak hanya disfungsi ereksi, rokok dan asap yang dihasilkan bisa memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan, seperti menyebabkan penyakit jantung, stroke, kanker paru-paru dan impotensi pada laki-laki.

Selain itu juga membuat penampilan seseorang tak sedap dipandang misalnya timbul kantung mata, gigi kuning, kerutan, penuaan dini serta perut yang lembek.

Manusia Malam Lebih Sulit Berhenti Merokok

rokok

Ada beberapa tipe orang yang sulit sekali berhenti merokok dan salah satunya adalah orang yang lebih aktif di malam hari (manusia malam). Kenapa manusia malam susah berhenti merokok?

Penelitian yang dilakukan Dr Ulla Broms dari University of Helsinki, Finlandia menemukan orang dengan evening type (manusia malam) lebih banyak mengonsumsi rokok dan sulit untuk berhenti.

Penemuan ini berdasarkan hasil penelitian selama 30 tahun terhadap 23.000 pasangan yang terbagi dalam 'evening type' yaitu terjaga di malam hari tapi mengantuk di pagi hari. Serta 'morning type' yaitu orang yang terjaga di pagi hari dan tidur di malam hari.

Hasilnya, manusia malam lebih banyak mengonsumsi rokok dan sulit untuk berhenti dan mengalami ketergantungan nikotin yang tinggi dibanding dengan morning type (manusia pagi). Sebesar 73 persen manusia malam mengalami ketergantungan nikotin, sedangkan manusia pagi sebesar 48 persen.

"Salah satu kemungkinan hal ini terjadi karena nikotin merupakan suatu simultan, sehingga jika seseorang merokok di malam hari akan membuatnya lebih lama terjaga," ujar Dr Broms seperti dikutip dari Reuters, Jumat (29/10/2010).

Dr Broms mengatakan manusia malam cenderung menghabiskan waktunya di bar atau restoran yang mana merokok adalah hal yang umum. Kondisi itulah yang membuat manusia malam lebih banyak merokok dan juga mengalami kesulitan besar untuk berhenti merokok. Temuan ini dilaporkan dalam jurnal Addiction.

Dalam laporannya Broms dan rekannya menuturkan manusia malam bisa lebih rentan terhadap kecanduan dan perilaku mencari kesenangan dibandingkan dengan manusia pagi. Hal ini kemungkinan karena ada aspek dopamin di otak dan sistem opioid, yang kedua aspek ini terlibat dalam proses kecanduan dan juga mencari kesenangan.

Peneliti juga memperhitungkan beberapa faktor lain, termasuk usia, kebiasaan minum dan juga gejala depresi. Diketahui jika seseorang memiliki faktor tersebut akan meningkatkan kesempatan untuk merokok sebesar 3 kali lipat.

"Jika manusia malam memiliki tujuan untuk berhenti merokok, cobalah mengubah pola tidurnya dengan terjaga di pagi hari dan tidur di malam hari. Kebiasaan ini akan membantu mereka untuk berhenti," ujar Dr Broms.

Berapa Lama Nikotin Berada di dalam Tubuh?

rokok

Salah satu zat di dalam rokok yang diketahui berbahaya atau menimbulkan risiko kesehatan adalah nikotin. Berapa lama nikotin berada di dalam tubuh seseorang?

Selain bisa menimbulkan risiko kesehatan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga membuat seseorang ketergantungan (adiksi) dan melemahkan keinginan seseorang untuk berhenti merokok. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang gagal
untuk berhenti merokok.

Ketika seseorang merokok, maka nikotin akan masuk dan mulai menumpuk di dalam tubuh. Lama kelamaan seseorang akan terbiasa dengan nikotin dan jika ia tidak mendapatkan jumlah yang sama maka tubuh akan meminta lebih. Dan biasanya jumlah nikotin yang masuk akan semakin besar atau meningkat.

Seperti dikutip dari eHow, Sabtu (4/9/2010) sebagian besar nikotin yang dikonsumsi (atau sekitar 90 persen) dengan cepat dimetabolisme oleh hati dan kemudian akan dikeluarkan melalui ginjal. Jumlah sisa nikotin akan tetap berada di dalam aliran darah selama 6-8 jam setelah merokok.

Jumlah nikotin yang tetap berada di dalam sistem tubuh tergantung pada seberapa banyak nikotin yang masuk. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Namun tidak semua nikotin yang masuk akan dikeluarkan oleh tubuh, karena ada kemungkinan sejumlah tertentu nikotin yang tetap berada di dalam tubuh. Karena itu efek yang ditimbulkan dari nikotin membutuhkan waktu jangka panjang.

Rata-rata dalam satu batang rokok yang dihisap mengandung 1 mg nikotin yang masuk ke tubuh. Karenanya semakin banyak rokok yang dihisap dalam satu hari, maka semakin banyak pula nikotin yang masuk ke dalam tubuh.

Jika orang hanya sesekali merokok, kemungkinan nikotin akan menetap beberapa hari di dalam tubuh. Tapi jika termasuk perokok berat maka nikotin akan tetap berada di dalam aliran darah selama 30 hari setelah merokok. Hal tersebut terjadi jika seseorang berhenti merokok sama sekali setelahnya.

Jika dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi, maka tingkatan kadar nikotin di dalam sistem tubuh manuisa terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:


  1. Perokok ringan. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah orang yang hanya sekali kali saja merokoknya, sehingga kemungkinan nikotin masih akan terdeteksi hingga 2-3 hari setelah merokok. Semakin lama jangka waktu seseorang berhenti merokok, maka akan semakin sedikit jumlah nikotin yang terdeteksi.

  2. Perokok sedang. Yang termasuk kelompok ini adalah orang yang merokok secara tidak beraturan, mungkin sekali atau hanya dua kali dalam seminggu. Jumlah nikotin yang terdeteksi kemungkinan sedikit lebih tinggi dibandingkan pengguna ringan.

  3. Perokok berat. Yang termasuk kelompok ini adalah orang yang merokok secara teratur atau sudah masuk ke dalam kategori kecanduan. Jumlah nikotin yang terdeteksi tinggi karena hampir setiap hari menerima asupan nikotin baru yang masuk ke dalam tubuh.


Kadar nikotin ini bisa dideteksi melalui pemeriksaan urine, tapi zat ini hanya bisa terdeteksi dalam waktu 3-4 hari saja atau pada perokok berat dalam waktu 10-20 hari. Untuk pemeriksaan yang lebih sensitif melalui pengujian folikel rambut, pemeriksaan ini bisa mendeteksi kadar nikotin dan juga obat-obatan terlarang namun harganya akan lebih mahal.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi kadar nikotin di dalam tubuh adalah dengan mengonsumsi air yang cukup dan berolahraga. Dengan mengonsumsi air yang cukup akan membantu mempercepat proses pembersihan tubuh. Sedangkan olahraga yang dilakukakn berguna untuk membantu mempercepat proses metabolisme tubuh.

Perokok Lebih Berisiko Punya Jerawat

rokok

Sebagian besar masyarakat tahu bahwa rokok bisa merusak kesehatan tubuh. Tapi ternyata rokok juga bisa mempengaruhi kondisi kulit seseorang sehingga menimbulkan jerawat yang dikenal dengan 'smoking acne'.

Beberapa peneliti memang telah mempercayai fakta tersebut. Peneliti dari San Gallicano Dermatological Institute di Roma, Italia menuturkan bahwa rokok bisa menyebabkan jerawat, khususnya jerawat yang tidak meradang (non-inflamed) dan juga komedo akibat pori-pori yang tersumbat.

Seperti dikutip dari Acne.about.com, Senin (25/10/2010) berdasarkan penelitian, sekitar 42 persen perokok menderita jerawat sedangkan kelompok non-perokok hanya sebesar 10 persen saja. Dan perokok memiliki risiko yang lebih tinggi terkena jerawat yang tidak meradang. Dalam penelitian ini juga diketahui tiga perempat dari partisipan perempuan yang merokok memiliki jerawat.

Meski demikian jumlah rokok yang dihisap tidak berpengaruh terhadap tingkat keparahan jerawat. Tapi jika seorang perempuan pernah mengalami jerawat di masa remajanya, kelompok ini memiliki kemungkinan empat kali lebih tinggi terkena jerawat saat dewasa.

Sedangkan partisipan non-perokok yang memiliki jerawat tidak meradang sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti sering terkena uap atau terus menerus terpapar asap rokok.

Merokok memang bisa membahayakan kesehatan kulit, karena bisa menyempitkan pembuluh darah dan merusak permukaan tubuh yaitu sel-sel di kulit yang merupakan pertahanan baris pertama dari perlindungan tubuh. Kondisi ini juga bisa memicu penyumbatan dari pori-pori kulit yang menyebabkan timbulnya komedo yang berujung munculnya jerawat.

Selain itu merokok juga bisa mengganggu penampilan kulit, seperti kulit keriput dan juga penuaan dini. Hal ini karena rokok dapat menciptakan radikal bebas, merusak produksi kolagen serta merusak protein kulit pada usia berapa pun. Karenanya salah satu cara pencegahan penuaan dini adalah dengan berhenti atau menghindari asap rokok.

Tanaman Tembakau Bisa Jadi Bahan Kosmetik

tembakau

Asap rokok telah lama terbukti membuat orang tampak lebih tua karena mempercepat proses pengerutan kulit. Tapi studi terbaru justru menemukan bahwa tanaman tembakau bisa jadi bahan kosmetik.

Peneliti dari Hebrew University of Jerusalem menunjukkan bahwa tanaman tembakau dapat memproduksi zat yang mirip kolagen manusia.

Kolagen adalah protein utama dalam kulit, tendon, tulang rawan, tulang dan jaringan ikat. Protein ini biasanya menurun selama proses penuaan normal, yang menyebabkan pipi terlihat kempot dan kulit keriput.

Kolagen sintetik juga banyak dipasarkan untuk tujuan medis, seperti untuk perbaikan tulang dan hati. Studi baru-baru ini juga menunjukkan bahwa kolagen sintetik bisa digunakan sebagai kosmetik.

"Tanaman tembakau menghasilkan kolagen yang sangat unik," ungkap Noa Lapido, asisten wakil presiden CollPlant, perusahaan menangani paten dari laboratorium Shoseyov, seperti dilansir Livescience, Senin (1/11/2010).

Menurut Lapido, kolagen pada tanaman tembakau sangat mirip dengan kolagen manusia. Selain itu, kolagen ini juga tidak berhubungan dengan hewan, sehingga lebih aman daripada kolagen lain.

Asal tahu saja, saat ini kolagen yang paling komersial berasal dari hewan ternak seperti sapi, babi dan mayat manusia.

"Kolagen dari sumber-sumber ini dapat membawa virus, seperti yang terkait dengan penyakit sapi gila. Nah, kolagen baru dari tembakau ini dapat menghindari risiko tersebut," jelas Lapido lebih lanjut.

Tapi Lapido mengingatkan, hal ini bukan berarti bahwa tanaman tembakau alami dapat mempercantik atau bermanfaat untuk medis. Memproduksi protein mirip kolagen manusia dari tanaman tembakau merupakan prestasi sendiri di bidang teknologi, tapi ini juga melibatkan lima gen tertentu dalam tanaman tembakau hasil rekayasa genetika.

"Penggunaan kolagen untuk kosmetik saat ini belum memungkinkan, karena mambutuhkan biaya beberapa ratus ribu kali lebih mahal daripada pilihan lainnya. Tapi hal ini akan masuk akal dan bisa terwujud dalam beberapa tahun mendatang," tutup Lapido.

Perokok Pasif Berisiko Tinggi Menjadi Budek

rokok

Satu lagi bukti bertambah bahwa menjadi perokok pasif sama berisikonya dengan perokok aktif. Penelitian terbaru menemukan bahwa perokok pasif berisiko tinggi mengalami gangguan pendengaran alias budek.

Dokter dan ahli kesehatan sudah banyak yang mengetahui bahwa rokok dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada perokok aktif. Dan penelitian terbaru dalam jurnal Tobacco Control menunjukkan hal yang sama juga terjadi pada perokok pasif.

Dalam penelitian tersebut, peneliti dari University of Miami dan Florida International University menguji lebih dari 3.000 partisipan non-perokok (beberapa mantan perokok aktif dan lainnya tidak pernah merokok sama sekali).

Hasilnya menunjukkan bahwa perokok pasif juga berisiko mengalami masalah pendengaran. Ancaman masalah pendengaran dari paparan asap rokok bahkan lebih tinggi daripada paparan kebisingan.

"Kami tidak tahu persis berapa banyak asap rokok yang dapat meningkatkan risiko gangguan pendengaran. Tapi kami tahu batas ambangnya sangat rendah," ujar Dr David Fabry, pemimpin penilitian, seperti dilansir BBC News, Kamis (18/11/2010).

Menurut Dr Fabry, tingkat aman untuk menghilangkan risiko adalah sama sekali tidak terpapar asap rokok. Paparan asap rokok bahkan meningkatkan risiko pendengaran di semua frekuensi sebanyak tiga kali lipat.

"Kami sudah tahu dari penelitian kami sendiri bahwa merokok aktif secara teratur merupakan faktor risiko yang signifikan menyebabkan gangguan pendengaran. Dan studi baru ini sangat penting karena menyoroti peningkatan risiko yang ditimbulkan oleh perokok pasif juga," ujar Dr Ralph Holme, kepala penelitian biomedik di RNID (Royal National Institute for Deaf People).

Dr Holme menjelaskan, asap rokok dapat menyebabkan gangguan aliran darah di pembuluh darah kecil telinga. Hal ini bisa mengakibatkan organ kekurangan oksigen dan meningkatkan penumpukan zat beracun, yang akhirnya menyebabkan kerusakan pada telinga.

Dr Holme juga menuturkan bahwa bahaya gangguan pendengaran dari asap rokok ini berbeda dengan gangguan pendengaran yang disebabkan oleh paparan kebisingan atau pun karena penuaan.

"Gangguan pendengaran sering dapat membuat orang sangat frustasi dan menyebabkan isolasi sosial, jika tidak cepat ditanggani. Oleh karena itu, sebelum Anda menyalakan sebatang rokok, sebaiknya pertimbangkan bahwa asapnya tidak hanya dapat merugikan Anda tetapi juga teman dan kerabat Anda," tutup Dr Holme.

Rokok Mentol Bikin Orang Lebih Sulit Berhenti Merokok

berhenti merokok

Sensasi rasa yang unik membuat rokok mentol lebih banyak disukai anak muda dan wanita. Padahal efek rokok mentol membuat orang lebih kecanduan sehingga semakin sulit untuk berhenti merokok.

Menurut laporan Supplement pada jurnal kesehatan Addiction, orang yang mengisap rokok mentol atau dikenal sebagai menthols, memiliki tingkat kecanduan lebih tinggi ketimbang orang yang mengisap rokok biasa. Akibatnya, perokok mentol ini akan lebih sulit untuk berhenti merokok.

Laporan Supplement memiliki data dari 11 studi baru tentang laju berhenti merokok di kalangan pengguna rutin rokok mentol dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengguna rokok mentol.

TPSAC (Tobacco Products Scientific Advisory Committee) yang merupakan bagian dari Badan pengawas obat dan makanan Amerika (FDA) memerintahkan untuk meninjau rokok mentol dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.

Tinjauan yang kini sedang berlangsung ini juga melihat efek rokok mentol pada kelompok etnis tertentu dan kalangan anak muda. Pihak berwenang mengatakan ini akan diselesaikan dan diserahkan kepada FDA pada Maret 2012.

Bahan rokok lainnya, seperti anggur, nanas, stroberi dan coklat telah dilarang tahun lalu di Amerika Serikat. Namun rokok mentol yang sejauh ini paling populer, justru tidak termasuk dalam larangan tersebut.

"Rokok mentol paling berdampak pada orang yang baru mulai merokok dan anak muda. Mengingat penyakit luar biasa dan kematian yang disebabkan oleh merokok, mentol membuat racun menyebar lebih mudah," kata Kola Okuyemi, MD, MPH, senior editor Supplement, seperti dilansir Medicalnewstoday, Kamis (25/11/2010).

Menurut beberapa studi, sejumlah anak muda dan keturunan Afrika-Amerika ditargetkan dalam periklanan tembakau. Populasi yang lebih cenderung untuk merokok mentol antara lain:


  1. Afrika-Amerika

  2. Perempuan

  3. Anak muda

  4. Orang yang menganggur

  5. Orang dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah


Tidak hanya menunjukkan tingkat keberhasilan berhenti merokok yang rendah pada rokok mentol, laporan juga menunjukkan bahwa ran tertentu yang sangat dominan dengan rokok mentol juga lebih sulit untuk berhenti merokok.

Cepat Lupa Karena Rokok

rokok

Ketika menghisap rokok, orang akan membawa tar, karbon monoksida dan nikotin ke dalam tubuhnya. Nikotin membuat pembuluh darah semakin menyempit dan menyebabkan aliran darah ke tubuh dan otak menjadi lambat dan akhirnya orang jadi cepat lupa.

Nikotin juga dapat menyebabkan kerusakan permanen pada arteri. Nikotin dapat memperlambat kinerja otak, yang seharusnya dapat dilakukan dalam hitungan detik tapi akhirnya harus berlangsung selama satu hari.

Otak bisa diibaratkan sebagai pembangkit listrik di dalam tubuh. Sinyal dari otak memungkinkan Anda untuk berpikir, berbicara, bergerak dan mengingat. Bila nikotin mengganggu aliran darah, maka dapat menyebabkan kerusakan pada arteri, yang bisa mempengaruhi semua fungsi otak.

Dilansir Livestrong, Rabu (1/12/2010), Princeton University Health Services memperingatkan bahwa sebagian besar fungsi kognitif bisa terganggu karena merokok.

Archives of Internal Medicine pada 2008 melaporkan bahwa merokok dikaitkan dengan kemungkinan penurunan memori. Bahkan, orang yang terus-menerus merokok juga dapat meningkatkan risiko dementia atau kepikunan.

Penelitian tersebut juga menguji memori pada mantan perokok. Temuan menunjukkan bahwa orang yang sudah berhenti merokok untuk jangka panjang setidaknya 12 tahun, tidak memiliki masalah memori yang berkaitan dengan rokok lagi.

Laporan tersebut menyimpulkan bahwa berhenti merokok dapat meningkatkan kembali kondisi kesehatan, termasuk juga dengan masalah kognitif.

Cepat Botak Karena Rokok

botak dan rokok

Sebagian besar penyebab rambut rontok adalah seringnya penggunaan bahan kimia, seperti saat mewarnai, pengeritingan, meluruskan rambut berulang-ulang atau salah menggunakan shampo. Tapi bagi perokok, racun pada rokok juga dapat memicu kerontokan rambut yang bikin cepat botak.

Rokok tak hanya menyebabkan penyakit serius seperti jantung, paru-paru atau kanker, tetapi juga merusak penampilan seperti membuat kulit keriput, gigi kuning dan juga rambut rontok yang berpotensi mempercepat kebotakan.

Jumlah nikotin dan karbon monoksida dalam rokok telah ditemukan dapat membatasi aliran darah. Hal ini terjadi karena setiap kali jumlah nikotin bertambah di dalam otak, menyebabkan tubuh mengaktifkan hormon stres sehingga membebaskan lemak yang disimpan ke dalam aliran darah.

Hal tersebut dapat mengurangi oksigen dalam aliran darah. Padahal, agar folikel rambut berfungsi secara optimal dan menghasilkan pertumbuhan rambut di tingkat normal, sel harus mendapatkan oksigen, nutrisi dan mineral dalam jumlah yang cukup.

Dilansir Livestrong, Rabu (8/12/2010), merokok telah ditemukan dapat meningkatkan kadar hormon yang bertanggung jawab untuk kerontokan rambut pada pria.

Sebuah studi di Harvard University yang meneliti 1.241 pria paruh baya, membandingkan antara perokok dan non-perokok. Temuan menunjukkan peningkatan dihydrotestosterone (DHT) sebesar 13 persen dan juga peningkatan 9 persen testosteron pada perokok.

Hormon DHT merupakan penyebab alopecia androgenetic, yaitu kebotakan yang sering terjadi pada pria dengan memperpendek pertumbuhan (anagen).

Selain itu, merokok dapat mengganggu atau merusak sistem sirkulasi yang bertanggung jawab untuk mengirimkan darah ke sel-sel yang sebenarnya dari folikel rambut.

Merokok juga diketahui dapat mempercepat penuaan. Profesor William MacNee dari University of Edinburgh mengatakan asap rokok dan polutan lainnya dapat mempercepat penuaan dengan membuat peradangan di paru-paru.

Perokok Jadi Lebih Bahagia Setelah Berhenti Merokok

rokok

Kebanyakan orang merokok untuk mengurangi kecemasan saat mengalami stres. Namun para peneliti justru menemukan berhenti merokok bisa membuat seseorang lebih bahagia, dan efeknya akan terasa selama ia berhasil menghentikan kebiasaannya tersebut.

Hal ini disimpulkan berdasarkan hasil penelitian tim peneliti dari Brown University dan University of Southern California, Amerika. Kesimpulannya berhenti menggunakan tembakau kemungkinan memiliki efek mengurangi stres dan juga meningkatkan suasan hati.

"Jika seseorang berhenti merokok, maka gejala depresinya akan menurun. Jika kondisi ini datang lagi, maka suasana hatinya akan membuat ia merasa lebih baik. Hal ini sama seperti yang dilakukan oleh obat antidepresan," ujar Profesor Christopher Kahler dari Brown University, seperti dikutip dari Dailymail, Senin (6/12/2010).

Para peneliti melibatkan 236 laki-laki dan perempuan yang mencoba untuk berhenti merokok. Partisipan ini mendapatkan konseling dan menentukan tanggal kapan ia mulai berhenti. Selanjutnya gejala depresi dari partisipan ini diuji seminggu sebelum berhenti dan 2, 8, 16 dan 28 minggu setelah berhenti merokok.

Peneliti menemukan partisipan yang berhasil berhenti merokok adalah kelompok yang paling bahagia dan memiliki suasana hati ini tetap konstan. Sedangkan partisipan yang hanya berhenti sementara akan merasakan suasana hati yang bahagia hanya pada saat ia tidak merokok.

"Asumsi yang selama ini dipercaya oleh masyarakat adalah kemungkinan rokok memiliki sifat antidepresan, sehingga jika ia berhenti bisa memicunya menjadi depresi. Namun hasil yang ditemukan justru kebalikannya," ujar Profesor Kahler.

Menurut Prof Kohler hasil ini cukup mengejutkan, karena pada orang yang hanya berhenti sementara, tetap melaporkan pengurangan gejala depresi yang dirasakannya. Hasil ini berkorelasi baik dengan penelitian lain yang dilakukannya pada tahun 2002, yaitu seorang perokok bisa berakhir menjadi depresi.

Tidak mudah memang untuk membuat seorang perokok berhasil menghentikan kebiasaannya ini, terlebih jika ia termasuk kelompok perokok berat. Tapi ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk berhenti merokok, baik yang cara yang biasa ataupun cara yang tidak biasa

Sebatang Rokok Cukup untuk Memicu Serangan Jantung

rokok

Perokok berat maupun yang hanya sesekali merokok sama-sama dalam bahaya. Penelitian membuktikan dampak negatif rokok bisa muncul lebih cepat dari yang diduga, sehingga sebatang rokok saja sudah cukup untuk memicu serangan jantung.

Asap rokok tidak butuh waktu terlalu lama untuk masuk ke aliran darah seseorang. Begitu mencapai darah, racun-racun dalam asap rokok langsung mengalami perubahan struktur sehingga menjadi lebih lengket satu sama lain.

Molekul-molekul racun itu juga mengikat darah yang ada di sekitarnya, sehingga memicu terjadinya penggumpalan. Bagi yang memang sudah mengalami penyempitan pembuluh darah, kondisi ini sangat berisiko menyebabkan serangan jantung.

"Rokok zaman sekarang melepaskan nikotin jauh lebih cepat dan efisien dibanding rokok beberapa tahun yang lalu," ungkap pakar nikotin Dr K Michael Cummings dari Roswell Park Cancer Institute.

Fakta ini semakin menegaskan bahwa tidak ada batas aman untuk asap rokok. Meski hanya sesekali merokok dan bahkan hanya sebatang atau dua batang, risikonya bisa sangat fatal yakni serangan jantung yang mematikan.

"Terlalu sering kita mendengar orang mengatakan sesekali merokok demi pergaulan tidak akan terlalu berbahaya. Faktanya tidak demikian, saya anjurkan sebisa mungkin menghindari asap rokok dan orang yang merokok," ungkap Dr Terry Pechacek dari Centers for Disease Control and Prevention.

Karena itulah, bahaya asap rokok kembali menjadi perhatian dokter-dokter di Amerika Serikat yang memasukkannya dalam laporan Surgeon General 2010. Dikutip dari Dailymail, Jumat (10/12/2010), laporan setebal 700 halaman itu menekankan hubungan asap rokok dengan serangan jantung.

Salah satu isu yang diangkat adalah kebijakan pemerintah Pueblo, Colorado yang memberlakukan larangan merokok di tempat-tempat umum sejak tahun 2003. Dampaknya jumlah kasus serangan jantung yang tercatat turun sebanyak 41 persen hanya dalam 3 tahun.

1 dari 3 Kasus Rematik Parah Dipicu oleh Rokok

puntung

Mengupas bahaya rokok bagi kesehatan seakan tak pernah ada habisnya. Baru-baru ini terungkap bahwa 1 dari 3 kasus rheumatoid arthritis parah merupakan dampak dari kebiasaan merokok selama bertahun-tahun.

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan peradangan sendi yang ditandai dengan nyeri dan pembengkakan di bagian tersebut. Kondisi yang berhubungan dengan sistem imun ini lebih banyak menyerang perempuan dibandingkan laki-laki dan sering terjadi pada usia 40-60 tahun.

Secara genetik, beberapa orang punya faktor risiko untuk mengalami RA hingga kondisi yang sangat parah. Faktor tersebut adalah pembentukan sejenis antibodi bernama anticitrullinated protein/peptide antibody (ACPA) pada orang-orang yang memiliki gen tertentu.

Sebuah penelitian oleh para ahli dari Karolinska Institute di Stockholm mengungkap, pembentukan ACPA bisa meningkat jika seseorang punya kebiasan merokok. Peningkatan risikonya mencapai 35 persen dibandingkan yang sama-sama memiliki faktor risiko tersebut namun tidak merokok.

Artinya 35 persen atau kurang lebih 1 dari 3 kasus RA parah yang dipicu oleh ACPA terjadi akibat kebiasaan merokok. Dalam penelitian tersebut, partisipan rata-rata memiliki kebiasaan merokok sebanyak 20 batang sehari selama lebih dari 20 tahun.

"Tidak banyak yang bisa kita lakukan untuk mencegah RA yang dipicu oleh faktor genetik, namun faktor lain bisa kita ubah. Berhenti merokok adalah salah satunya," ungkap Jane Tadman dari Arthritis Research di Inggris, seperti dikutip dari Telegraph, Selasa (14/12/2010).

Hasil penelitian tersebut juga mengatakan peningkatan risiko itu akan hilang begitu seseorang menghentikan kebiasaan merokoknya. Tidak perlu bertahun-tahun, efeknya sidah bisa dirasakan tidak lama setelah berhasil menghindari asap rokok.

Penelitian tersebut dipublikasikan hari ini dalam sebuah jurnal online di Inggris, Annals of the Rheumatic Diseases.

Perokok Tidak Mempan Diolok-olok

rokok

Bagi yang sudah kecanduan, berhenti merokok bukan perkara mudah sekalipun sudah ada sedikit niat dari yang bersangkutan. Semakin diolok-olok (disindir) negatif semakin tidak digubris oleh perokok, karena berhenti merokok butuh dukungan bukan diolok-olok.

Dikutip dari Caring.com, Sabtu (18/12/2010), berikut ini beberapa contoh peringatan basi yang tidak akan pernah digubris oleh seseorang yang sedang berusaha menghentikan kebiasaan merokoknya.

1. "Nanti kamu akan kena kanker paru-paru"
Tidak ada yang menyangkal bahwa rokok bisa meningkatkan risiko kanker terutama di paru-paru. Namun seorang perokok tentu sudah mendengar hal itu ratusan atau mungkin ribuan kali dalam hidupnya sehingga hanya akan dianggap angin lalu.

2. "Kalau kamu sayang aku, berhentilah merokok"
Sama halnya dengan kecanduan obat, seorang perokok merasa tidak punya pilihan. Seandainya bisa maka ia akan berhenti, namun kenyataannya dia merasa sulit menghentikannya. Mengatakan hal itu hanya membuatnya tersinggung dan mungkin benar-benar akan meninggalkan Anda.

3. "Idih.. rokok itu sangat menjijikkan"
Komentar negatif hanya akan membuat seorang perokok merasa Anda tidak berada di pihaknya. Seperti yang telah diungkap sebelumnya, perokok selalu merasa sulit untuk menghentikan kebiasaannya, jadi ia merasa tidak pernah butuh komentar semacam itu.

Jika memang ada niat dari si perokok untuk berhenti, sebaiknya dukung dengan komentar yang lebih netral. Misalnya dengan menanyakan, "Apa yang bisa kubantu untuk membuatmu lebih sehat?".

4. "Lihat itu, napasmu bengek!"
Jika yang merokok adalah pasangan Anda, sekali lagi hindari komentar negatif yang menyudutkan meski benar bahwa sesak napas yang dideritanya memang karena rokok. Namun cara yang lebih halus adalah mengajaknya berolahraga dan menjadikan hidup sehat sebagai tujuan bersama. Niscaya dengan sendirinya ia akan berusaha menghentikan kebiasaan merokok.

5. "Memangnya kamu ingin anak-cucumu lihat kamu merokok?"
Komentar semacam ini biasanya dilontarkan untuk mempermalukan seorang perokok. Cara ini tidak terlalu banyak gunanya sebab rasa malu sesungguhnya sudah ada di benak para perokok, meski di luar selalu mencitrakan diri seolah bahagia dengan identitasnya sebagai perokok.

Bentuk dukungan yang lebih efektif adalah komentar yang sifatnya menantang, tidak menyudutkan. Misalnya, "Berhenti merokok itu sulit kan, kalau berhasil pasti jadi contoh yang luar biasa bagi anak-cucumu".

Merokok Bukan Hak Asasi Manusia

rokok

Selama ini setiap ada larangan merokok, maka para perokok selalu berdalih bahwa merokok adalah hak asasi manusianya. Padahal merokok bukanlah hak asasi tapi hanya kebutuhan seseorang saja.

"Hak asasi manusia adalah sesuatu yang jika tidak terpenuhi bisa mengancam jiwa, tapi kalau merokok jika tidak terpenuhi tidak akan mengancam jiwanya. Jadi merokok bukanlah hak asasi," ujar dr Hakim Sorimuda Pohan, SpOG dalam acara diskusi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) 'Mengembalikan Arah Kebijakan Pengendalian Tembakau yang Pro Kesehatan Masyarakat' di sekretariat IDI, Jl dr Sam Ratulangi, Jakarta, Rabu (29/12/2010).

dr Hakim menuturkan salah satu contoh hak asasi adalah makan, jika seseorang tidak makan maka ia bisa meninggal. Sedangkan jika ada orang yang harus menggunakan minyak rambut untuk meningkatkan kepercayaan diri, maka hal tersebut adalah kebutuhan dan bukan hak asasi manusia.

"Selain itu menghirup lingkungan yang sehat dan bersih adalah salah satu hak asasi yang ada di dalam UUD'45. Karena asap rokok bisa mengganggu kesehatan dan kemanusiaan, jadi orang yang merokok tanpa menghormati tata cara merokok yang benar berarti ia orang yang tidak beradab," ungkapnya.

Merokok adalah salah satu kebiasaan yang bisa membahayakan diri sendiri, lingkungan dan menyebabkan ketagihan, sehingga diperlukan aturan tersendiri untuk mengatur tata cara merokok.

Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008, Indonesia merupakan negara pengguna rokok terbesar ketiga setelah China dan juga India. Dan berdasarkan survei AC Nielsen tahun 2009 diketahui produksi rokok di Indonesia sebesar 260 miliar batang rokok, sedangkan tahun 1970 produksinya hanya sebesar 35 miliar batang rokok.

"Kita tidak akan melarang orang yang sudah kecanduan rokok untuk berhenti, karena mereka sebenarnya sudah dewasa. Kalau kita sudah beri peringatan dan penyuluhan tapi ia tetap tidak mau berhenti, maka itu adalah cara kematian yang ia pilih sendiri," ujar dr Hakim yang merupakan mantan anggota DPR Komisi IX.

dr Hakim menuturkan ada tiga jenis kematian, yaitu:


  1. Kematian yang tidak bisa dicegah (unpreventable death), misalnya jika seseorang yang sudah berusia di atas 90 tahun dan mengalami beberapa kali stroke, maka kematian yang terjadi sudah tidak bisa dicegah.

  2. Kematian yang bisa dicegah (preventable death), misalnya jika ada kecelakaan dan lambat mendapatkan pertolongan maka kematian yang terjadi sebenarnya bisa dicegah. Jenis kematian ini juga termasuk akibat merokok, karena kematian akibat rokok sebenarnya bisa dicegah jika seseorang berhenti mengonsumsi rokok.

  3. Kematian yang kemungkinan bisa dicegah (probably preventable death), misalnya ada anak muda yang ugal-ugalan, mengebut lalu mengalami kecelakaan yang menyebabkan kondisi parah, maka kematian yang terjadi kemungkinan bisa dicegah.


"Selama ini diketahui bahwa kematian adalah suatu takdir, tapi kematian akibat rokok sebenarnya bisa dicegah," ungkapnya.

dr Prijo Sidipratomo, SpRad (K) selaku Ketua umum PB IDI menuturkan bahwa merokok bisa menyebabkan berbagai penyakit dan kecanduan yang ditimbulkan bisa membuat orang merasa cemas, gelisah atau efek lainnya. Tapi sayangnya saat ini jumlah perokok dikalangan generasi muda semakin meningkat, dan pada perempuan mengalami peningkatan sebesar 3 kali lipat.

Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus diwujudkan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu jika seseorang ingin merokok sebaiknya tidak mencelakakan orang lain.

"Merokoklah secara beradab dan jangan mencelakakan orang lain. Jika ingin merokok maka nikmati rokok dan asapnya sendiri, misalnya dengan cara menutup muka menggunakan kantong plastik hitam yang tidak dibuka sampai rokoknya selesai, jadi asap dan rokoknya dihisap sendiri," ujar mantan ketua IDI, dr Kartono Mohammad.

Rokok Merusak Tubuh Dalam Hitungan Menit

rokok

Selama ini masyarakat mengira rokok merusak tubuh dalam jangka waktu panjang. Tapi peneliti mengungkapkan bahwa kerusakan genetik akibat rokok terjadi dalam hitungan menit setelah seseorang menghisap rokok.

Para ilmuwan menemukan bahwa bahan kimia penyebab kanker dalam tembakau terbentuk dengan cepat setelah seseorang menghisap rokok pertamanya. Hal ini menjadi gambaran peringatan keras bagi orang yang mulai tergoda untuk mencoba rokok.

Dr Stephen Hecht dari University of Minnesota yang memimpin studi ini mempelajari tingkat senyawa berbahaya yang dikenal sebagai polisiklik hidrokarbon aromatik (polycyclic aromatic hydrocarbons/PAH) pada 12 perokok.

PAH telah dipercaya sebagai salah satu penyebab utama kanker paru-paru. Dr Hecht dan rekan menuturkan senyawa PAH yang disebut dengan fenantrena dalam rokok cepat membentuk zat beracun dalam darah yang menyebabkan mutasi hingga memicu terjadinya kanker.

Bahkan para peneliti dibuat terkejut dengan hasil waktu yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan tersebut, hanya 15-30 menit setelah para perokok selesai menghisap rokoknya. Efek ini terbilang sangat cepat dan setara dengan menyuntikan zat tersebut langsung ke dalam aliran darah.

"Penelitian ini unik, karena untuk pertama kalinya berhasil menyelidiki metabolisme senyawa PAH khusus yang terhirup dari asap rokok tanpa ada campur tangan dari sumber PAH lainnya seperti polusi udara atau makanan," ujarnya, seperti dikutip dari Dailymail, Selasa (18/1/2011).

Dr Hecht menambahkan hasil yang dilaporkan dalam studi ini harus menjadi peringatan keras mengenai bahaya rokok terutama bagi orang-orang yang mulai mempertimbangkan untuk merokok. Studi ini dipublikasikan dalam Chemical Research in Toxicology dan menjadi salah satu dari 38 jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh American Chemical Society.

Hasil penelitian sebelumnya juga telah menemukan bahwa sebatang rokok sudah cukup memicu serangan jantung baik bagi perokok berat atau yang hanya sekali-kali saja. Selain itu nikotin yang terkandung di dalam rokok hanya membutuhkan perjalanan selama 7 detik dari paru-paru ke otak.

Kondom Nikotin untuk Berhenti Merokok

kondom

Permen nikotin dan rokok elektrik sering jadi pilihan untuk menggantikan tembakau bagi yang ingin berhenti merokok. Kini ada yang lebih menarik yakni kondom nikotin yang memberikan 2 pilihan. Pilih tetap merokok atau dirokok?

Kondom revolusioner ini menggunakan pelumas yang mengandung bahan nikotin dalam kadar tertentu sehingga memberikan sensasi yang sama dengan merokok. Nikotin tetap beracun, tapi setidaknya tanpa asap sehingga tidak merugikan orang di sekitarnya.

Bagi perempuan, fungsi kondom ini tak ubahnya seperti permen nikotin dan rokok elektrik. Pelumas yang terhisap saat melakukan seks oral bisa memenuhi kebutuhan nikotin saat ketagihan, tanpa harus menghirup asap tembakau.

Fungsi yang sama juga bisa didapatkan oleh pasangannya, meski mungkin agak jijik bagi laki-laki untuk menghisap benda yang seharusnya ada di penis. Meski tidak dihisap, nikotin dalam pelumas kondom diklaim tetap akan memberikan manfaat bagi laki-laki.

Dikutip dari Creativeloafing, Kamis (23/12/2010), cairan nikotin dalam pelumas kondom akan terserap ke pembuluh darah di penis. Efek nikotin adalah memacu kerja jantung, sehingga cukup masuk akan jika kondom nikotin diklaim mampu meningkatkan gairah seks.

Klaim ini mungkin berlebihan, namun rasanya tidak terlalu merugikan sebab penggunaan kondom bagaimanapun tetap memberikan manfaat. Kalaupun nikotin tidak terserap, kondom tetap memberikan perlindungan terhadap risiko infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS.

Kondom unik ini diproduksi oleh Pharmacia Latex Aktiebolaget, perusahaan Swedia yang memang sering bereksperimen dengan kondom buatannya. Beberapa tahun lalu, perusahaan ini membuat kondom dengan pelumas yang mengandung benzocaine (pereda nyeri) serta kafein.

Alasan-alasan Orang Tak Mau Berhenti Merokok

image rokok

Hampir sebagian besar orang tahu bahwa merokok bisa membahayakan kesehatan dirinya sendiri dan juga orang lain, tapi tak sedikit orang yang tetap membandel. Ini dia alasan-alasan orang tetap bandel merokok.

"Dari hulu sampai hilir rokok semuanya mengandung racun, dan dalam jangka panjang penyakit-penyakit yang diakibatkannya ini bisa sangat menghabiskan uang," ujar Dr Sally Aman Nasution, SpPD-KKV, FINASIM dalam acara konferensi pers PAPDI mengenai rokok di Sekretariat PB PAPDI, Cikini, Jakarta, Jumat (4/2/2011).

Dr Sally menuturkan ada kasus seorang laki-laki berusia 80-an tahun mengantarkan anaknya yang terkena penyakit jantung. Laki-laki tersebut diketahui sebagai perokok dan ia sering berkelit bahwa ia saja yang merokok tidak penyakit jantung dan merasa sehat-sehat saja.

"Tapi tidak semua orang seberuntung orang tersebut, mungkin sekarang ia tidak kena serangan jantung tapi kita tidak tahu bagaimana nantinya," ungkap wakil Sekjen PB PAPDI (Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia).

Beberapa alasan kerap dilontarkan oleh para perokok agar tetap bisa melakukan aktivitas tersebut. Alasan yang diungkapkan oleh para perokok biasanya:


  1. Ia menganggap dirinya sehat-sehat saja

  2. Tidak terkena serangan atau penyakit jantung meskipun ia aktif merokok

  3. Merokok atau pun tidak merokok ia tetap akan meninggal juga


"Faktor risiko penyakit jantung itu multifaktorial dan salah satunya adalah perokok. Beberapa faktor risiko diketahui bisa dimodifikasi atau diubah seperti pola hidup dan merokok sedangkan faktor risiko lainnya tidak bisa dimodifikasi seperti jenis kelamin dan juga genetik," ungkap Dr Sally.

Dr Sally juga mengungkapkan ada beberapa pasien yang sudah melakukan operasi jantung by pass atau terkena serangan jantung tapi masih tetap merokok. Padahal risiko ia terkena serangan jantung lagi akan semakin meningkat dan kemungkinan serangan yang terjadi akan jauh lebih fatal.

Karenanya untuk orang yang sudah pernah kena serangan jantung hal pertama yang harus dilakukannya adalah berhenti merokok, hal ini juga berlaku untuk orang yabng pernah terkena stroke.

Sementara Dr H Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH, MMB, FINASIM menuturkan rokok juga bisa meningkatkan 2-3 kali lipat risiko kanker pankreas, meningkatkan 2 kali lipat risiko kanker usus besar, meningkatkan risiko kanker esofagus (kerongkongan) dan juga membuat penyakit maag nya tidak sembuh-sembuh. Kanker paru juga faktor dominannya disebabkan oleh kebiasaan merokok.

"Kalau sudah adiksi atau ketagihan memang susah untuk berhenti merokok, kecuali ada kesadaran dari dirinya sendiri untuk berhenti merokok atau bisa juga karena sudah kapok," ujarnya.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan seseorang untuk berhenti merokok yaitu tidak mengenal istilah mengulang rokok, menjauhkan semua hal yang berhubungan dengan rokok misalnya asbak atau barang lainnya dan yang pasti harus tahan godaan.(detikhealth)

Scan Otak untuk Mengukur Niat Seseorang Berhenti Merokok

puntung

Beberapa orang mengaku sudah berusaha mati-matian untuk berhenti merokok namun selalu gagal. Kini para ahli mengembangkan teknologi scan otak yang bisa mendeteksi apakah perokok benar-benar punya niat berhenti atau hanya di bibir saja.

Teknologi ini dikembangkan oleh para peneliti dari University of California Los Angeles (UCLA) dan telah dipublikasikan dalam jurnal Health Psichology edisi terbaru. Efektivitasnya telah dibuktikan dalam uji coba terhadap 28 orang perokok.

Dalam uji coba, para relawan yang termasuk kategori perokok berat ini diminta menjalani scan otak dengan teknologi yang diadaptasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI). Teknologi ini mampu merekam aktivitas otak di bagian tertentu.

Menurut para peneliti, bagian otak yang berhubungan dengan keinginan untuk berhenti merokok adalah prefrontal cortex. Bagian yang terletak paling depan ini berfungsi sebagai pusat kognitif yang berhubungan dengan perencanaan.

Pada perokok yang benar-benar berniat untuk berhenti merokok, bagian ini akan tampak paling aktif dalam pemindaian. Makin aktif bagian tersebut, makin cepat si perokok akan berhasil menghentikan kebiasaan merokoknya.

Hubungan antara aktivitas prefrontal cortex dengan niat perokok untuk menghentikan ketergantungannya pada tembakau terbukti pada eksperimen berikutnya. Sebelum melakukan pemindaian yang kedua, para relawan diminta untuk menonton iklan-iklan layanan masyarakat tentang bahaya rokok.

Para peneliti mengasumsikan, iklan-iklan itu akan meningkatkan motivasi atau niat para perokok yang memang ingin berhenti merokok. Ternyata benar, ketika menonton iklan layanan masyarakat, aktivitas prefrontal cortex tampak meningkat dalam pemindaian.

"Dengan temuan ini, kita bisa memprediksi atau meramalkan sukses tidaknya upaya seorang perokok untuk berhenti dan seberapa cepat mereka mewujudkannya," ungkap Emily Falk yang memimpin penelitian tersebut, seperti dikutip dari Health24, Selasa (1/1/2011).(detikhealth)


© 2011 - 2013 by Kumpulan Cara | Qecak Media Powered by Blogger |